Udara dingin musuh bagi penderita rematik. Cuaca dingin bisa sangat menyiksa dengan rasa nyeri yang luar biasa dan membuat penderitanya tak leluasa bergerak. Tapi Jeffrey Gottfurcht membuktikan bahwa dengan rheumatoid arthritis (salah satu jenis rematik) ia pun bisa mendaki puncak tertinggi di dunia, Mount Everest.
Pada 14 Mei 2011, Jeffrey Gottfurcht (38 tahun) yang berasal dari California menjadi orang pertama dengan rheumatoid arthritis (RA) yang berhasil mencapai puncak gunung tertinggi di dunia.
“Saya mencoba melakukan pendakian tahun lalu, namun tidak berhasil. Tapi tahun ini saya melakukannya,” jelas Gottfurcht, seperti dikutip ABC News, Sabtu (9/7/2011).
Ayah dari tiga anak yang tinggal di utara California ini memulai pendakian pada 29 Maret 2011 dan berhasil mencapai puncak Everest hampir tujuh minggu kemudian.
Perjalanan yang brutal itu sempat membuat Gottfurcht mengalami kebutaan sementara di mata kirinya karena kondisi atmosfer yang tidak bersahabat. Selain itu, ia juga harus berjuang melawan kondisi medisnya rheumatoid arthritis.
Rheumatoid arthritis (RA) adalah suatu kondisi autoimun kronis yang menyebabkan peradangan pada sendi. Menurut Arthritis Foundation, orang dengan RA hidup dengan rasa sakit yang parah, bengkak, kekakuan dan deformitas (kelainan) tulang.
Bagi kebanyakan penderitanya, gerakan sederhana sekalipun bisa sulit dilakukan. Itulah sebabnya mengapa dokter yang mengobati RA Gottfurcht menemukan hal yang luar biasa.
Menurut Dr. Joan Von Feldt, profesor kedokteran di University of Pennsylvania di Philadelphia, seorang pasien dengan inflamasi artritis akan lebih mudah kelelahan, cenderung memiliki anemia dan akan mengalami kesulitan menggerakkan sendi.
“Pendakian Gunung Everest akan melibatkan tangan, kaki dan pergelangan tangan, sehingga luar biasa ia mampu bergerak sendi dengan cara ini,” jelas Dr. Feldt.
Gottfurcht mengatakan ia masih memiliki banyak rasa sakit di lutut dan pinggulnya, dan ia tidak bisa menekuk pergelangan tangannyya kembali.
“Tapi mendaki gunung melibatkan gerakan yang sangat berbeda karena itu banyak menarik tali,” kata Gottfurcht.
Gottfurcht didiagnosis dengan RA 10 tahun lalu ketika ia masih berusia 28 tahun. Pada awalnya, dia tidak memberitahu siapa pun tentang kondisi tersebut selain kepada istrinya dan ia harus diam-diam merasakan penderitaannya.
“Saya merasa sangat tertekan dan menghindari diri dari semua orang,” katanya.
Ia mengaku penderitaan yang dirasakannya terlalu menyakitkan dan begitu berat dipikul. “Selama dua tahun pertama, saya tidak bisa berjalan dan bahkan tidak bisa duduk karena saya tidak bisa menekuk lutut saya,” kenang Gottfurcht.
Namun meskipun rasa sakit emosional dan fisik yang dialaminya, ia selalu menjadi pendaki gunung dan mengambil kenyamanan dari hobi seumur hidupnya tersebut.
“Saya marah. Saya mencoba untuk mengatakan kepada tubuh saya ‘Saya telah menderita RA tapi saya masih bisa naik (gunung),” katanya.
Setelah beberapa tahun, kondisinya tampak menjadi lebih moderat. Tapi dia masih menderita sakit kronis pada sendinya.
INFORMASI SELENGKAPNYA SILAHKAN KLIK GAMBAR PRODUK |